Pesisir Kalimantan Timur, sangat dekat dengan
Ibu Kota Negara yang sedang dalam proses tahapan pembangunan, sangat jauh dari kehidupan yang hingar bingar
dengan pembangunan berjalan lamban dengan kepastiannya.
Saat masih duduk di sekolah dasar, pembangunan
yang mewah disini hanyalah jalan raya penghubung antar kabupaten dan kota yang
dibuat dari lapisan aspal, jalan ini dapat membuat masyarakat berpindah dari
satu tempat ke tempat lain dengan waktu yang cukup cepat dibanding sebelumnya
setelah di lakukan pengerasan jalan dengan aspal, hal ini secara tidak langsung
mencoba membangunkan ekonomi masyarakat.
Seiring berjalannya waktu pembangunan sudah
mulai berkembang sedikit demi sedikit, pemukiman mulai bertambah luas,
perekonimian semakin meningkat, dimana ini akan mengharuskan adanya
Infrastruktur untuk memudahkan akses masyarakat, maka peran pemerintah sangat
dibutuhkan untuk memenuhi itu semuanya.
Secara geografis, pesisir kalimantan timur cukup
jauh dengan ibu kota kabupatennya sehingga jarang sekali diperhatikan untuk
pembangunannya, butuh waktu bertahun - tahun agar daerah pesisir Kalimantan
Timur di berikan bantuan pembangunan, karna pada saat itu tidak ada perwakilan
rakyat yang mempunyai power untuk mengiring aspirasi masyarakat di pesisir
kalimantan timur.
Berjalannya waktu, Dewan Perwakilan Rakyat di
Daerah Pilih Pesisir Kalimantan mulai bermunculan untuk menyuarakan aspirasi
masyarakat, maka upaya penyerapan aspirasi cukup gencar dilaksanakan, dari
forum formal maupun non formal.
Secara regulasi, masyarakat yang duduk menjadi
salah satu dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah cukup Panjang melalui prosesnya,
mulai dari A-Z yang mereka harus lalui sesuai dengan regulasinya, dan cukup
banyak merogoh gocek pundi – pundi uang pribadi. Tidak terlepas dengan anggota
team pemenangan yang selalu ada selama melalui prosesnya.
Team Pemenangan adalah organisasi yang dibentuk
oleh calon Dewan Perwakilan Rakyat yang bertugas untuk menghimpun massa dengan
berbagai strategi untuk dapat memilih calonnya pada saat Pemilu. Anggota Team
Pemenangan terdiri dari masyarakat yang berdomisili dimasing - masing kelurahan di Daerah Pilih Dewan Perwakilan Rakyat, sudah pasti anggota tersebut merupakan
orang - orang pilihan yang mempunyai pengaruh besar di kelurahan atau desa tersebut
agar dapat menghimpun massa yang banyak. Hal ini berlaku sama dengan calon
Dewan Perwakilan Rakyat yang lain, dan mereka saling sikut, saling adu strategi
dan saling adu kemampuan financial.
Setelah terpilihnya Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, mulailah gencar dilaksanakan Penyerapan Aspirasi Masyarakat, Anggota
Team Pemenangan menjadi garda terdepan untuk melakukan proses penyerapan
Aspirasi, bak keringat yang dihargai,
mereka yang menjadi anggota team Pemenangan seperti memanen buah dari pohon
yang ditanam. Dimana Aspirasi masyarakat yang di giring oleh team pemenangan
tidak jauh dari proyek – proyek Pokir (Pokok – Pokok Pikiran). Pokir (Pakok-Pokok Pikiran) DPRD adalah produk
usulan hasil reses yang dilakukan oleh anggota DPRD. Reses yang menghasilkan
sejumlah usulan-usulan yang berasal dari konstituens anggota DPRD di daerah
pemilihannya masing-masing. Ini senada dengan yang menyatakan bahwa pokir
adalah Usulan aspirasi yang dilakukan secara formal maupun nonfomal. Penjaringan Aspirasi Masyarakat sebagaimana pernah tercantum dalam PP 1/2001 dan PP 25/2004 yang pada
pokoknya menyatakan anggota DPRD mempunyai kewajiban menyerap, menghimpun,
menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat. Pada Pasal 55 huruf (a) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 adalah
memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD kepada kepala
daerah dalam mempersiapkan rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah
paling lambat 5 (lima) bulan sebelum ditetapkannya APBD adalah salah satu tugas
Badan Anggaran DPRD.
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 Pasal 55
huruf (a) tersebut, ini harus dibaca dan dipahami sebagai berikut:
1.
Penyampaian pokir DPRD
adalah tugas Badan Anggaran (Banggar) DPRD sebagai salah satu alat kelengkapan
DPRD. Jadi hanya Badan Anggaran DPRD yang memiliki tugas ini;
2. Disampaikan kepada
kepala daerah. Hal ini karena tidak ada ketentuan yang berbunyi pemerintah daerah
atau kepala daerah atau yang mewakilinya, maka penyampaian pokir disampaikan
langsung kepada kepala daerah dalam hal ini adalah bupati ;
3.
Bahwa Pokir
sebatas saran dan pendapat. Dalam konteks hukum, saran dan pendapat tidak
bersifat mengikat atau suatu keharusan untuk dilaksanakan. Jadi Banggar DPRD
menyampaikan saran dan pendapat kepada kepala daerah, keputusan menerima atau
menolak saran dan pendapat itu ada sepenuhnya pada kepala daerah, dan;
4.
Disampaikan paling
lambat 5 (lima) bulan sebelum APBD ditetapkan.
Dalam prakteknya masih
banyak kejadian – kejadian yang masih menyimpang dari peraturan, Pokir diasumsikan
sebagai hak anggota DPRD karna kegiatan reses dilaksanakan dimasing – masing
daerah pemilihan. Maka anggota DPR mengiring untuk melakukan “Penitipan Proyek”
di RAPBD baik secara personal maupun lewat komisi atas nama pokir DPRD. Padahal
ketentuan pokir DPRD merupakan tugas Banggar untuk menyampaikan. Dalam perkembangannya
pokir berubah wujud menjadi dana jenis - jenis kegiatan atau disebut dana
pokir. Titik tekannya
pada sejumlah usulan dana, bukan pada perjuangan aspirasi dan usulan yang
terangkum dalam pokir. Pokir adalah “Tangan Malaikat” anggota
DPRD dalam menggasak APBD.
Anggota Dewan menjadikan
pokir sebagai penghasilan tambahan diluar gaji, tunjangan dan SPPD. Dana
pokir yang dapat diusulkan berkisar diangka Rp 50 – 200 juta per judul.
Masing-masing anggota DPRD dapat mengajukan hingga puluhan judul pokir,
meskipun konon jatah pokir terbatas pada nilai nominal tertentu, tapi faktanya
sangat berbeda jumlah akumulasi usulan dari masing-masing dewan baik dari sisi
struktur AKD maupun kelincahan individu anggota dewan dalam melakukan loby - loby
kepada SKPD dibawah koordinasi mitra kerjanya, bahkan para anggota team
pemenangan yang melaksanakan Pokir diharuskan membayar uang Sumbangan Wajib
Organisasi (SWO) dengan nominal ± 15% - 20% dari nilai anggaran pokir tersebut
kepada orang yang mengurus pokir, Praktek semacam ini sebenarnya sudah
berlangsung lama.
Pemberitaan dimedia
social maupun media mainstream, partai politik sudah mendaftarkan menjadi
peserta pesta demokrasi pada tahun 2024 yang akan datang, maka dari tahun 2023
para pejabat Anggota DPRD akan bergegas mengumpulkan pundi – pundi uang dari
pokir yang berupa proyek sebagai modal untuk menjadi peseta calon DPR dipesta
Demokrasi yang akan datang.
Pun demikian, tidak
jarang terlihat Proyek dari Pokir DPRD dalam bentuk fisik bangunan terkesan
sangat serampangan, tidak dalam perencanaan yang matang dan pekerjan yang tidak
menjaga mutu. Misal, jalan didalam gang pemukiman perkampungan di cor beton
berulang - ulang, hal ini merupakan pemborosan anggaran negara, bukankah anggaran
ini juga dari uang rakyat, andai perencanaan yang matang dan berbasis
masyarakat, dan pekerjaan yang menjaga mutu, maka tidak perlu sampai dilakukan
pengecoran berulangan – ulang sehingga menghemat uang negara.
Seharusnya pembangunan daerah dari program – program hasil Reses harus berkualitas bagus dan bermutu baik. Agar tidak terlihat serampangan, secara keorganisasian proyek mungkin saja sudah lengkap sesuai prosedur, akan tetapi hal ini masih bisa dijadikan lahan bancakan antar organisasi tersebut untuk mendapatkan pundi – pundi uang.
Maka dari itu untuk siapakah sebenarnya proyek mengatasnamakan pokir DPRD ini ???
Comments
Post a Comment